Fraud Auditing 2
Tanggung Jawab Auditor Untuk Mendeteksi Fraud
Auditor, baik auditor independen maupun auditor intern mempunyai tanggung jawaab untuk mendeteksi fraud. Menurut Robert K.Eliot dan John J.Willingham dalam bukunya Perspective in Auditing menyatakan dalam terjemahan bebas bahwa “...tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud merupakan tanggung jawab profesi dan tanggung jawab terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Selanjutnya, sehubungan dengan tanggung jawab tersebut fraud, Robert K. Elliot dan John J. Willingham menyatakan.
"In order to judge the effectiveness of auditors' performance in detecting and defining management fraud, one must assess their responsibilities for detecting it. Their responsibilities are the benchmarks for judging their performance. One must also consider these responsibilities in planning how to improve auditor capabilities in detecting management fraund. The social demand for improved detection maybe met by working within the framework of responsibilities currently defined or by changing it...”
Standar Audit yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia telah mengatur tentang tanggung jawab Auditor Independen dalam mendeteksi kekeliruan (error) ketidakberesan (irregularities) dan unsur pelanggaran hukum (illegal acts). Namun demikian, standar tersebut tidak memberikan jaminan penuh bahwa hasil audit akan dapat mendeteksi kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran hukum, melainkan hanya mengharuskan auditor untuk menentukan risiko bahwa laporan yang diperikasanya telah bebas dari kekeliruan, ketidakberesan, dan unsur pelanggaran hukum yang yang material.
Untuk itu, auditor harus merancang auditnya agar dapat memberikan keyakinan memadai bahwa pendeteksi kekeliruan, ketidakberesan, dan unsur pelanggaran hukum yang material telah dilakukan. Auditor menggunakan istilah ketidakberesan karena istilah manipulasi, penyelewengan, penggelapan, dan pencurian karena istilah tersebut merupakan istilah yang digunakan dalam bahasa (kewenangan) hakim.
Penentuan risiko salah saji laporan keuangan mengharuskan auditor memahami karakteristik kekeliruan dan kerumitan terkait, kemudian merancang prosedur audit yang cocok, serta mengevaluasi hasilnya. Karakteristik kekeliruan dan ketidakberesan dimaksud sebagai berikut:
1.Materialitas, yaitu dampak suatu kesalahan/kekeliruan secara individual atau secara keseluruhan cukup penting sehihngga menyebabkan pengambilan keputusan menjadi keliru/salah atau laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar.
2.Tingkat keterlibatan karyawan atau manajemen.atas suatu pekerjaan. Hal itu berkaitan dengan keharusan adanya proses cek dan recek atas pelaksanaan suatu pekerjaan. Seorang karyawan tidak boleh melakukan pekerjaan dari A sampai Z tanpa ada petugas lain atau atasan yang mengecekan hasil pekerjaannya.
3.Penyembunyian. Meliputi manipulasi catatan akuntansi atau merekayasa dokumen pendukung untuk menutupi suatu kenyataan bahwa catatan akuntansi tidak sesuai dengan fakta dan keadaan yang melandasinya.
4.Struktur pengendalian. Tidak adanya prosedur pengendalian atau adanya usaha dari manajemen untuk menghindari prosedur pengendalian yang berlaku.
5.Dampak terhadap laporan keuangan.
Untuk memenuhi tanggung jawab pendeteksian kekeliruan dan ketidakberesan, auditor juga harus menerapkan hal berikut.
1.Keseksamaan dalam perencanaan dan penilaian hasil prosedur auditnya.
2.Derajat skeptisme profesional yang semestinya untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa kekeliruan dan ketidakberesan akan terdeteksi. Skeptisme profesional tersebut mencakup skeptisme profesional dalam perencanaan audit dan skeptisme profesional dalam pelaksanaan audit.
Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan adanya salah saji material atas laporan keuangan sebagai akibat adanya unsur pelanggaran hukum. Pada dasarnya, sama dengan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan. Dampak adanya unsur pelangaran hukum terhadap laporan keuangan dapat bersifat langsung dan tidak langsung.
Pelanggaran hukum dan peraturan yang lebih terkait dengan aspek operasi mempunyai dampak yang tidak langsung terhadap laporan keuangan. Pelanggaran hukum karena pencurian atau penggelapan atas inventori yang ada di gudang mempunyai dampak yang langsung terhadap laporan keuangan perusahaan karena saldo inventori di neraca harus disesuaikan dengan jumlah yang sebenarnya ada (di luar jumlah yang dicuri/gelapkan).
Pada umumnya, semakin jauh unsur pelanggaran hukum terpisah dari kejadian dan transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, semakin kecil kemungkinan auditor menyadari atau mengenal adanya unsur pelanggaran hukum terebut. Namun demikian, dalam setiap pemeriksaan yang dilakukannya, auditor harus selalu waspada terhadap adanya kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum baik dilakukan oleh oknum karyawan maupun oleh manajemen secara sistemik.
Jika ditemukan adanya indikasi mengenai unsur pelanggaran hukum yang mungkin mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan, auditor berkewajiban untuk melaksanakan prosedur audit yang dirancang secara khusus untuk meyakinkan ada/tidaknya unsur pelanggaran hukum tersebut.
Perlu disadari bahwa suatu audit yang dilakukan berdasarkan standar auditing yang berlaku, tidaklah menjamin bahwa unsur pelanggaran hukum dapat terdeteksi. Hal itu karena standar auditing yang ditetapkan tidak meliputi prosedur audit yang dirancang khusus untuk mendeteksi unsur pelanggaran hukum. Standar auditing yang ada lebih dimaksudkan sebagai acuan kriteria dalam melakukan general audit atas laporan keuangan sehubungan dengan penilaian atas kewajaran lampiran keuangan auditan atau berkaitan dengan "Fairness Doctrine".
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah dapatkah tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud ditingkatkan atau diperluas. Sehubungan dengan hal itu, DR. Cormichael dan John J. Willingham berpendapat bahwa:
"Here are two basic issues underlying the question of the appropriate extent of auditors’ responsibilities for fraud detection. First, how should some courts have interpreted the auditors' legal responsibility in detecting fraud more broadly than the responsibility defined by professional standard? Second, should the auditor professionally be responsible to detect frauds or other illegalities immaterial to the financial statement?"
Ada dua isu utama yang dipertanyakan dan perlu digarisbawahi mengenai esensi yang pantas mengenai tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud. Pertama, bagaimana hakim/pengadilan (harus) mengintepresi tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud lebih luas dari tanggung jawab menurut standar profesi.
Kedua, haruskah auditor secara professional bertanggung jawab untuk mendeteksi fraud atau pelanggaran hukum lain yang dampaknya tidak material terhadap laporan keuangan?
1.Fraud Auditing merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/keganjilan (sesuatu yang tampaknya di luar kebiasaan kemudian menelusuri dan mendalami transaksi untuk merekonstruksi bagaimana terjadinya dan apa akibat yang ditimbulkannya). Dalam Fraud audit, proses pengumpulan bukti audit lebih fokus pada apakah fraud memang tejadi, dan jika terjadi, maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa pelakunya (pejabat yang terlibat), bagaimana fraud itu terjadi (modus operandinya), dimana tempat terjadinya fraud tersebut, kapan waktu terjadinya, hukum apa yang dilanggar, berapa kerugian yang diakibatkannya, siapa yang dirugikan dan diuntungkan, serta hal lain yang berkaitan dengan bukti investigasi.
2.Peran penting fraud auditor meliputi preventing fraud (mencegah fraud), detecting (mendeteksi fraud), dan investigating fraud (melakukan investigasi fraud). Dalam perkembangannya, investigasi akan mengarah pada profesi tersendiri, yaitu akuntan forensik. Akuntan forensik membutuhkan kombinasi keahlian seorang auditor terlatih dan penyelidik kriminal. Selain itu, akuntan forensik juga harus memiliki sifat berikut:
a.Sifat waspada dan skeptis dalam arti kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap setiap hal yang menunjukkan kemungkinan adanya fraud.
b.Kemauan yang keras untuk mencari kebenaran dan bukti pendukungnya.
c.Rasa ingin tahu dan suka tantangan pada hal yang tidak lazim, bertentangan dengan logika, dan apa yang diharapkan secara wajar.
Untuk menjadi akuntan forensik, seorang fraud auditor setidak-tidaknya harus menguasai hal berikut :
- Kemampuan untuk mengidentifikasikan masalah (isu) keuangan, misalnya money laundring, transfer pricing, pembukaan perusahaan fiktif di luar negeri, pemindahan dana antarrekening bank.
- Memiliki pengetahuan mengenai teknik investigasi dari yang paling dasar sampai yang rumit.
- Memiliki pengetahuan tentang bukti, mencakup pula untuk kepentingan pengadilan (sebagaimana diatur dalam KUHAP/Hukum Acara Pidana).
- Mampu menginterprestasikan informasi keuangan dalam arti informasi keuangan merupakan kunci untuk mengarah pada investigasi dan bukti yang diperlukan.
- Mampu menginterprestasikan temuan, yaitu bila proses investigasi telah selesai, akuntan forensic dituntut untuk mampu mengungkap temuan (finding) dengan jelas, akurat, dan menyakinkan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas seorang fraud auditor yang efektif, antara lain harus mampu melakukan hal berikut:
- Menilai kekuatan dan kelemahan sistem pengendalian intern.
- Mengidentifikasikan potensi kecurangan dari kelemahan sistem pengendalian intern dan potensi kecurangan akibat kerentanan/kerawanan kelompok transaksi atau aktivitas organisasi auditan.
- Mengindentifikasikan hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi istimewa.
- Memahami praktek, prosedur, dan kebijakan manajemen.
- Dapat menghitung dan menetapkan besarnya kerugian, dan menyusun laporan atas kerugian karena fraud untuk kepentingan atau tujuan penyidikan, penuntutan di pengadilan, atau kepentingan lain (misalnya untuk klaim asuransi).
- Mengikuti arus dokumen yang mendukung transaksi dan dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan.
- Mereview dokumen yang sifatnya aneh.
Pendeteksian Fraud
1.Pendekatan dan Langkah dalam Fraud Audit
Pendekatan dalam rangka investigasi fraud mencakup hal berikut:
a.Analisis data dan bukti.
b.Menyusun hipotesis.
c.Menguji hipotesis dengan bukti lanjutan.
d.Menyaring dan memperbaiki hipotesis.
Beberapa langkah yang perlu ditempuh untuk menguji fraud, antara lain sebagai berikut:
a.Penguji dokumen.
b.Saksi netral dari pihak ketiga.
c.Siapa saja yang berkomplot.
d.Tujuan pengungkap fraud.
2.Cara Mendeteksi Fraud
Langkah penting yang perlu dilakukan auditor untuk mengetahui ada tidaknya fraud dengan jalan mendeteksi dapat digunakan beberapa teknik antara lain sebagai berikut:
a.Teknik mendeteksi melalui audit catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya fraud (Critical Point Auditing). Critical Point Auditing dengan hal berikut.
-Analisis trend, yaitu pola kecenderungan (konjungtur) yang terjadi dari satu periode ke periode berikutnya.
-Pengujian khusus, yaitu pengujiaan terhadap kegiatan yang memiliki risiko tinggi terhadap kecurangan.
b.Teknik mendeteksi dengan analisis kepekaan pekerjaan dengan memandang pelaku potensial (Job Sensitivity Analysis). Job Sensitivity Analysis dengan hal berikut.
-Identifikasi semua posisi pekerjaan yang rawan tehadap kecurangan (metode pendekatan).
-Identifikasi tingkat pengendalian yang dilakukan manajer. Kecurangan akan mudah dilakukan kalau manajer lengah atau sibuk dengan tanggung jawab lain. Dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam melakukan pengendalian.
-Indentifikasi gejala (symptom) yang terjadi seperti adanya kekayaan pribadi yang tidak dapat dijelaskan, pola hidup mewah, rasa tidak puas, egois, pengabaian instuksi, dan ingin dianggap penting (karakter pribadi).
-Pengujian rinci apakah pengujian dan tindak lanjut perbaikan telah dilakukan pada kesempatan pertama atas jenis pekerjaan yang berisiko tinggi.
Investigasi Fraud
Menurut ilmu kriminalistik, investigasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang berlaku untuk mendengarkan dan menanyai seseorang tentang suatu kejadian/peristiwa tertentu yang bersangkutan dengan masalah fraud atau masalah hukum. Ciri penting investigasi fraud yang berhubungan dengan tugas auditor untuk mengungkap fraud adalah bahwa kegiatan itu selalu ditandai dengan kurangnya informasi aktual tentang terjadinya fraud berikut pelakunya. Tiga elemen yang dapat membantu untuk mengungkap informasi tersebut sebagai berikut:
1.Tempat terjadi fraud.
Investigator memeriksa dan menginterprestasikan adanya/terjadinya fraud sehingga dapat menyimpulkan dan merekonstruksikan (dalam benaknya) suatu gambaran tentang jalannya peristiwa.
2.Kemampuan auditor dalam merekonstruksi terjadinya fraud.
Diperlukan pengetahuan/pengalaman bagi investigator untuk menemukan kekurangan informasi. Investigator yang berpengalaman akan dapat melihat indikasi mengenai adanya fraud yang pada gilirannya dapat menunjukkan perbuatan dan motivasi pelaku fraud.
3.Pengetahuan dari orang yang mengetahui peristiwa fraud.
Informasi dari orang/pihak yang mengetahui/menyaksikan terjadinya fraud sangat penting untuk menguji kebenaran fakta yang ada.
Simpulan
Fenomena korupsi di Indonesia menjadi semakin parah bahkan ada anggapan bahwa korupsi sudah melekat dalam sistem dan menyatu pada penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah sebenarnya telah mempunyai niat baik untuk memberantas korupsi di negeri dengan dilahirkannya berbagai peraturan dan perundangan serta dipertahankannya unit pengawasan dalam organisasi pemerintah, seperti BPKP, ITJEN, dan sebagainya. Hal itu juga menjadi tantangan bagi seluruh auditor baik auditor independen maupun auditor pemerintah untuk mampu dan dapat mengungkap serta mendeteksi fraud.
Sekalipun secara umum, standar auditing tidak menjamin bahwa dalam setiap kegiatan pemeriksaan akan mampu menemukan adanya fraud namun tingkat efektifitas kinerja auditor dapat pula dilihat berdasarkan tolok ukur sampai seberapa jauh auditor berhasil mendeteksi fraud. Untuk itu, auditor harus mengembangkan teknik dan prosedur audit yang khusus untuk mendeteksinya. Teknik seperti critical poin auditing dan job sensitivity analysis merupakan beberapa teknik yang digunakan auditor dalam melaksanakan audit guna memungkinkannya untuk mendeteksi fraud. Selain itu, auditor juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya mengingat tuntutan dan harapan masyarakat sudah semakin besar terhadap tanggung jawab dan hasil kerja auditor, utamanya dalam bekerja sama dengan aparat penyidik (polisi dan kejaksaan) dalam membuktikan terjadinya suatu fraud.
Demikian pembahasan Saya tentang Fraud Auditing, semoga bermanfaat.
Demikian pembahasan Saya tentang Fraud Auditing, semoga bermanfaat.
penjelasanya gamblang banget, recomended buat anak akutansi nih....
BalasHapusThanks bro. Semoga artikel di blog Saya ini bermanfaat khususnya buat anak2 Akuntansi.
Hapus